1. Mencari jenis ukuran kapal (
ukuran bentang, berat, jenis bahan, diproduksi oleh dan tahun generasi) !
a. Definisi

Panjang, lebar dan sarat
(draft) kapal yang akan menggunakan pelabuhan berhubungan langsung pada
perencanaan pelabuhan dan fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di pelabuhan.
Gambar 1. Menunjukkan dimensi utama kapal yang akan digunakan untuk menjelaskan
beberapa definisi kapal. Beberapa istilah masih diberikan dalam bahasa asing,
mengingat dalam praktek di lapangan istilah tersebut banyak digunakan.
Gambar 1.
Dimensi kapal
Displacemenf
Tonnage, DPL (Ukuran Isi Tolak) adalah volume air yang
dipindahkan oleh kapal, dan sama dengan berat kapal.
Ukuran
Isi Tolak Kapal bermuatan penuh disebut dengan dis- placement Tonnage Loaded, yaitu berat kapal maksimum. Apabila kapal
sudah mencapai Displacement Tonnage
Loaded masih dimuati lagi, kapal akan terganggu stabilitasnya sehingga
kemungkinan kapal tenggelam menjadi besar. Ukuran isi tolak dalam keadaan
kosong disebut dengan Displacement
Tonnage Light, yaitu berat kapal tanpa muatan. Dalam hal ini berat kapal
adalah termasuk perlengkapan berlayar, bahan bakar, anak buah kapal, dan
sebagainya.
Deadweight
Tonnage, DWT (Bobot Mati) yaitu berat total muatan
di mana kapal dapat mengangkut dalam keadaan pelayaran optimal (draft
maksimum). Jadi DWT adalah selisih antara
Displacement Tonnage Loaded dan
Dislacement Tonnage Light.
Gross
register tons, GRT (Ukuran Isi Kotor) adalah volume
kese- luruhan ruangan kapal (1 GRT = 2,83 m° = 100 ft').
Netto
register tons, NRT (Ukuran Isi Bersih) adalah ruangan
yang disediakan untuk muatan dan penumpang, besarnya sama dengan GRT dikurangi dengan
ruangan-ruangan yang disediakan untuk nakhkoda dan anak buah kapal, ruang
mesin, gang, kamar mandi, dapur, ruang peta. Jadi NRT adalah ruangan-ruangan
yang dapat didayagunakan, dapat diisi dengan muatan yang membayar uang tambang.
Sarat (draft) adalah bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan
maksimum, atau jarak antara garis air pada beban yang direnca- nakan (designed load water line) dengan titik
terendah kapal.
Panjang total (length overall, oa) adalah panjang kapal dihitung dari ujung
depan (haluan) sampai ujung belakang (buritan).
Panjang
garis air (length between perpendiculars,
App) adalah panjang antara kedua ujung design
load water line.
Lebar kapal (beam) adalah jarak maksimum antara dua
sisi kapal.
b. Karakteristrik kapal
Tipe dan bentuk pelabuhan tergantung
pada jenis dan karakteris- tik kapal yang akan berlabuh. Perencanaan
pembangunan pelabuhan ha- rus meninjau pengembangan pelabuhan di masa mendatang,
dengan memperhatikan daerah perairan untuk alur pelayaran, kolam putar, pe
nambatan, dermaga, tempat pembuangan bahan pengerukan, daerah da ratan yang
diperlukan untuk penempatan, penyimpanan dan pengangkutan barang-barang.
Kedalaman dan lebar alur pelayaran tergantung pada kapal terbesar yang
menggunakan pelabuhan. Kuantitas angkutan (trafik) yang diharapkan
menggunakan pelabuhan juga menentukan apakah alur untuk satu jalur atau dua
jalur. Luas kolam pelabuhan dan panjang derma
ga sangat dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran kapal yang akan berlabuh.
Untuk keperluan perencanaan pelabuhan
tersebut maka berikut ini diberikan dimensi dan ukuran kapal secara umum, seperti terlihat da
lam Tabel 2. Sesuai dengan penggolongan pelabuhan dalam empat sis tem pelabuhan,
maka kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan tersebut juga disesuaikan, seperti
terlihat dalam Tabel 3. Arcelor Group (2005) memberikan dimensi kapal sesuai dengan jenis kapal
dan bobotnya, seperti ditunjukkan dalam Tabel 4. Dalam tabel tersebut
diberikan pula bobot kapal dan inuatannya (displacement).

Tabel 2. Karakteristrik kapal

Tabel 3. Dimensi kapal pada pelabuhan

Tabel 4. Karakteristik kapal (Arcelor Group, 2005)

Tabel 4. Karakteristik kapal (Kapal Barang Umum)

Tabel 4. Karakteristik kapal peti emas

Tabel 4. Karakteristik kapal (Kapal Fery dan Kapal
Ro-Ro)

Tabel
4. Karakteristik kapal (Kapal Tanker Minyak)

Tabel
4. Karakteristik kapal (Kapal LNG dan Kapal LPG)
2. Jelaskan tentang sejarah pelabuhan
dari zaman belanda-PELINDO (disertakan peta) !
a. Sejarah Pelindo I

PT Pelabuhan Indonesia I
(Persero) pada awalnya masa penjajahan Belanda adalah perusahaan dengan nama
“Haven Bedrijf". Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pada periode
1945-1950, Perusahaan berubah status menjadi Jawatan Pelabuhan. Pada 1969,
Jawatan Pelabuhan berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan status
Perusahaan Negara Pelabuhan disingkat dengan nama PNP.
Periode 1969-1983, PN
Pelabuhan berubah menjadi Lembaga Pengusaha Pelabuhan dengan nama Badan
Pengusahaan Pelabuhan disingkat BPP. Pada 1983, berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 11 tahun 1983 Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) dirubah
menjadi Perusahaan Umum Pelabuhan
I disingkat Perumpel I. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 1991
Perumpel I berubah status menjadi PT Pelabuhan Indonesia I
(Persero).
Perubahan nama
Perusahaan menjadi PT Pelabuhan Indonesia I
(Persero) berdasarkan Akta No. 1 tanggal 1 Desember 1992 dari Imas
Fatimah, S.H., Notaris di Jakarta dan telah mendapatkan persetujuan dari
Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No.
C2-8519.HT.01.01 tahun 1992 tertanggal 1 Juni 1992 serta telah diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia No. 8612 tanggal 1 Nopember 1994,
tambahan No. 87.
Berdasarkan Akta No. 207
tanggal 30 Juni 2014 yang dikeluarkan oleh Notaris Risna Rahmi Arifa,
S.H., anggaran dasar Perusahaan mengalami perubahan dengan peningkatan
modal dasar Perusahaan dari Rp1.800.000.000.000 (Rp1,8T) yang terbagi
atas 1.800.000 saham dengan nilai nominal Rp.1.000.000 per saham
menjadi Rp6.800.000.000.000 (Rp 6,8 triliun) yang terbagi
atas 6.800.000 saham dengan nilai nominal Rp1.000.000 per saham. Berdasarkan
akta tersebut juga telah terjadi peningkatan modal disetor Perusahaan dari
Rp511.960.000.000 yang terbagi atas 511.960 saham dengan nilai nominal
Rp1.000.000 per saham menjadi Rp1.700.000.000.000 yang terbagi atas
1.700.000 saham dengan nilai nominal Rp1.000.000 per saham. Perubahan anggaran
dasar tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU.05403.40.20.2014
tanggal 11 Juli 2014.
Perusahaan berkedudukan dan
berkantor pusat di Jalan Krakatau Ujung No. 100 Medan 20241, Sumatera Utara,
Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2001, kedudukan, tugas
dan kewenangan Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham pada Persero/
Perusahaan Terbatas dialihkan kepada Menteri BUMN Republik Indonesia,
sedangkan pembinaan Teknis Operasional berada ditangan Departemen
Perhubungan Republik Indonesia dan dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut.
Sebelum tahun 2008,
Perusahaan bergerak dalam bidang jasa kepelabuhan, pelayanan peti kemas,
terminal dan depo peti kemas, usaha galangan kapal, pelayanan tanah,
listrik dan air, pengisian BBM, konsolidasi dan distribusi termasuk
hewan, jasa konsultasi kepelabuhan dan pengusahaan kawasan pabean. Sejak
tahun 2008, dalam rangka optimalisasi sumber daya maka Perusahaan dapat
melakukan kegiatan usaha lain meliputi jasa angkutan, sewa dan perbaikan
fasilitas, perawatan kapal dan peralatan, alih muat kapal, properti
diluar kegiatan utama kepelabuhan, kawasan industri, fasilitas pariwisata
dan perhotelan, jasa konsultan dan surveyor, komunikasi dan informasi,
konstruksi kepelabuhan, ekspedisi, kesehatan, perbekalan, shuttle bus,
penyelaman, tally, pas pelabuhan dan timbangan.
b. Sejarah Pelindo II

Sejarah PT
Pelabuhan Indonesia II bermula dari keputusan pemerintah Republik Indonesia
pada tahun 1960 untuk membentuk Perusahaan Negara (PN) Pelabuhan I hingga
Pelabuhan VIII sebagai pengelola pelabuhan laut di seluruh Indonesia
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1960 tentang pengelolaan
pelabuhan umum yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP).
Pada tahun
1964, pemerintah menata kembali pengelolaan pelabuhan umum dengan memisahkan
aspek operasional dan komersial dalam pengelolaan pelabuhan. BPP yang terdiri
dari PN Pelabuhan I hingga Pelabuhan VIII bertanggung jawab terhadap
pengelolaan aspek
komersial, sementara aspek operasional dikoordinasikan oleh Lembaga
Administrator Pelabuhan (Adpel).
Sementara pada
periode 1969-1983 pengelolaan masing-masing pelabuhan umum dilakukan Badan
Pengusahaan Pelabuhan (BPP) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1969.
PN Pelabuhan dibubarkanoleh Lembaga Pemerintah Port Authority dan diganti
menjadi BPP. Pada
tahun 1983, pemerintah mengubah status BPP menjadi Perusahaan Umum (Perum).
Dengan status tersebut, BPP hanya mengelola pelabuhan umum yang diusahakan
saja. Sedangkan pengelolaan pelabuhan umum yang tidak diusahakan dilakukan
langsung oleh Unit Pelaksanaan Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
Departemen Perhubungan.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1983 juncto PP No 5 tanggal 5 Februari
1985, Perum Pelabuhan dilebur dan dibagi menjadi empat wilayah operasi, dengan
nama Perum Pelabuhan I sampai IV. Keempat Perum itu merupakan BUMN yang berada
di bawah pembinaan Departemen Perhubungan Republik Indonesia.
Bentuk
Perusahaan Umum (Perum) diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
berdasarkan PP No.57 tahun 1991 yang sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia sehingga namanya berubah menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Pelabuhan Indonesia II, sebagaimana termuat dalam Akta Pendirian
Nomor 3 tanggal 1 Desember 1992.Selanjutnya bentuk Perusahaan Umum (Perum) diubah
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan PP No.57 tahun 1991 yang
sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia sehingga namanya
berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II,
sebagaimana termuat dalam Akta Pendirian Nomor 3 tanggal 1 Desember 1992,
sebagaimana diubah dengan Akta Nomor 4 tanggal 5 Mei 1998 yang keduanya dibuat
oleh Imas Fatimah, SH., Notaris di Jakarta serta telah disetujui oleh Menteri
Kehakiman RI dengan Surat Keputusan Nomor C2-17612-HTO1O1TH.98 tanggal 6
Oktober 1998. Perubahan
Anggaran Dasar Perusahaan terakhir adalah berdasarkan keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham yang dituangkan dalam Akta Notaris No. 2 dari Notaris Agus
Sudiono Kuntjoro, SH., tanggal 15 Agustus 2008 jo. Akta Nomor 3 tanggal 30 Juli
2009. Perubahan Anggaran Dasar tersebut telah mendapatkan pengesahan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-80894.AH.01.02.2008 tanggal 3 November 2008. Dasar
hukum bagi PT Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN penyelenggara usaha pelabuhan
adalah Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayanan serta Peraturan Pemerintah No.61 tahun
2009.
Pada tanggal
22 Februari 2012, PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Pelindo II
meluncurkan identitas baru Pelindo II dalam bertransformasi menjadi IPC
(indonesia Port Corporation), perusahaan penyedia layanan kepelabuhanan di
Indonesia yang lebih efisien dan modern dalam berbagai aspek operasinya guna
mencapai tujuan menjadi operator pelabuhan berkelas dunia. Nilai-nilai yang
terkandung di dalam warna jingga di logo baru ini adalah semangat
perubahan, kekuatan, optimisme, serta kebanggaan setiap karyawan, untuk
bersama-sama berdiri di garis terdepan dalam mencapai tujuan organisasi. Sisi
biru pada logo menggambarkan kesiapan memasuki erabaru yang dinamis dan
fleksibilitas setiap komponen dalam perusahaan menghadapi berbagai tantangan
guna mencapai tujuan perusahaan, sebagai a world-class port operator. Logo baru IPC mewakili
semangat transformasi kami, serta harapan akan awal yang baru demi menyongsong
masa depan yang lebih cerah. Untuk mencapai goal kami, kami percaya perubahan
dan kemajuan yang konstan, penuh dengan kejenakaan dan energi, agresif tetapi
tetap ramah, memberikan semangat yang unik untuk Indonesia. Logo IPC juga
merupakan simbol kebanggaan bagi semua pihak di dalam organisasi saat kami
membawa IPC ke depan.
c. Sejarah Pelindo III

Sejarah Pelindo III terbagi menjadi
beberapa fase penting. Perseroan pada awal berdirinya adalah sebuah Perusahaan
Negara yang pendiriannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
1960. Selanjutnya pada kurun waktu 1969-1983 bentuk Perusahaan Negara diubah
dengan nama Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 1969. Kemudian pada kurun waktu 1983-1992 untuk membedakan
pengelolaan Pelabuhan Umum yang diusahakan dan tidak diusahakan diubah menjadi
Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1985.
Seiring dengan pesatnya perkembangan
dunia usaha maka, status Perum diubah menjadi Perseroan pada tahun 1992 hingga
saat ini dan tertuang dalam Akta Notaris Imas Fatimah, SH Nomor 5 Tanggal 1
Desember 1992 dan telah diubah terakhir dengan Akta Perubahan Nomor 189 Tanggal
24 Maret 2015 yang dibuat dihadapan Notaris Yatiningsih,SH. MH. Pelindo III
mengelola sebanyak 43 cabang pelabuhan terdiri atas cabang utama, kelas 1, 2
dan 3, juga kawasan serta memiliki 7 anak perusahaan yang tersebar di 7
Provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan Kantor Pusat
Pelindo III terletak di Surabaya.
Pelindo III yang menjalankan bisnis inti
sebagai penyedia fasilitas jasa kepelabuhan, memiliki peran kunci untuk
menjamin kelangsungan dan kelancaran angkutan laut. Dengan tersedianya
prasarana transportasi laut yang memadai Pelindo III mampu menggerakkan dan
menggairahkan kegiatan ekonomi negara dan masyarakat. Berdasarkan UU No. 17
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Umum, Pelindo III bertanggung
jawab atas Keselamatan Pelayaran, Penyelenggaraan Pelabuhan, Angkutan Perairan
dan Lingkungan Maritim. Dengan demikian status Pelindo III bukan lagi sebagai
“regulator” melainkan “operator” Pelabuhan, yang secara otomatis mengubah
bisnis Pelindo dari Port Operator menjadi Terminal Operator.
d. Sejarah Pelindo IV

Secara efektif keberadaan PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) mulai sejak penandatanganan Anggaran Dasar
Perusahaan oleh Sekjen Dephub berdasarkan Akta Notaris Imas Fatimah, SH No 7
tanggal 1 Desember 1992. Menilik perkembangan kebelakang di masa awal
pengelolaannya, PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) telah mengalami perkembangan yang cukup pesat
dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan yang semakin maju.
Tahun 1957-1960
Pada masa awal kemerdekaan, pengelolaan
pelabuhan berada dibawah koordinasi Djawatan Pelabuhan. seiring dengan adanya
nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda dan dengan
dikeluarkannya PP No. 19/1960, maka status pengelolaan pelabuhan dialihkan dari
Djawatan Pelabuhan berbentuk badan hukum yang disebut Perusahaan Negara. (PN)
Tahun 1960-1963
Berdasarkan PP No. 19 tahun 1960
tersebut pengelolaan pelabuhan umum diselenggarakan oleh PN pelabuhan I-VIII.
Di kawasan Timur Indonesia sendiri terdapat 4 (empat)PN Pelabuhan yaitu : PN
Pelabuhan Banjarmasin, PN Pelabuhan Makassar, PN Pelabuhan Bitung dan PN
Pelabuhan Ambon.
Tahun 1964-1969
Pada masa order baru, pemerintah
mengeluarkan PP 1/1969 dan PP 19/1969 yang melikuidasi PN Pelabuhan menjadi
Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) yang di pimpin oleh Administrator Pelabuhan
sebagai penanggung jawab tunggal dan umum di pelabuhan. Dengan kata lain aspek
komersial tetap dilakukan oleh PN Pelabuhan, tetapi kegiatan operasional pelabuhan
dikoordinasikan oleh Lemabaga Pemerintah yang disebut Port Authority.
Tahun 1969- 1983
Pengelolaan Pelabuhan dalam
likuiditas dilakukan oleh Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) berdasarkan PP
1/1969 dan PP 18/1969. Dengan adanya penetapan itu, pelabuhan dibubarkan dan
Port Authority digantikan oleh BPP.
Tahun 1983-1992
Status pelabuhan dalam likuidasi
yang di kenal dengan BPP berakhir dengan keluarnya PP 11/1983 dan PP 17/1983
yang menetapka bahwa pengelolaan pelabuhan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara
yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum).
Tahun 1992 – sekarang
Dilandasi oleh pertimbangan
peningkatan efisiensi dan efektifitas perusahaan serta dengan melihat
perkembangan yang dicapai oleh perum pelabuhan IV, pemerintah menetapkan
melalui PP 59/1991 bahwa pengelolaan pelabuhan di wilayah Perum Pelabuhan IV
dialihkan bentuknya dari Perum menjadi (Persero). selanjutnya Perum Pelabuhan
Indonesia Iv beralih menjadi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV. Sebagai
Persero, pemilikan saham PT Pelabuhan Indonesia IV yang berkantor pusat di jalan
Soekarno No. 1 Makassar sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah, dalam hal ini
Menteri Keuangan Republik Indonesia dan pada saat ini telah di alihkan ke
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
PT Pelabuhan Indonesia IV
(Persero) atau Pelindo IV adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak
di bidang kepelabuhanan.
PT Pelabuhan Indonesia IV
(Persero) didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Indonesia (PP) NO. 59,
tanggal 19 Oktober 1991, tentang Pengalihan bentuk Perseroan Umum (Perum)
Pelabuhan IV menjadi Perseroan Terbatas (Persero) yang anggaran Dasarnya
diaktakan dengan akta No. 7, tanggal 1 Desember 1992 oleh Notaris Imas fatimah,
sh, Notaris di Jakarta
Kami beroperasi di Indonesia
bagian timur yang tersebar di 11 provinsi dan berkantor pusat di Makassar.
Wilayah operasional kami terdiri dari 17 pelabuhan cabang, 3 anak perusahaan,
dan 1 afiliasi. yang tersebar dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara,
Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
PT Pelabuhan Indonesia IV
(Persero) sangat menyadari kondisi wilayah hinterland yang berada di timur yang
sangat membutuhkan pengembangan infrastruktur dan tenaga yang cakap dan ahli.
Untuk itu, Perseroan terus berinvestasi mengembangkan dan meningkatkan layanan
dengan dukungan fasilitas dan peralatan yang optimal dan SDM yang handal.
Saat ini segmen usaha perseroan
adalah penyediaan dan pelayanan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas
dan tempat berlabuhnya kapal termasuk jasa yang berhubungan dengan pemanduan
dan penundaan kapal., serta kebutuhan logistik kapal seperti bahan bakar dan
air.
Penyediaan dermaga dan
fasilitasnya untuk tambat kapal serta bongkar muat petikemas dan cargo,
termasuk jasa terminal penumpang, terminal petikemas, dan terminal car,
pergudangan, dan lapangan multi-purpose juga tersedia. Perseroan juga membuka
kerjasama pengelolaan pelabuhan dengan pihak pemerintah dan swasta,
penyelenggaraan depo, fumigasi, kawasan pabean dan tempat penimbunan sementara.
Perseroan resmi meluncurkan logo
baru pada tanggal 15 agustus 2014, sebagai bentuk semangat dan komitmen untuk
melakukan perubahan dan perbaikan demi menyongsong masa depan dengan
pertumbuhan kinerja yang berkelanjutan.
3. Jelaskan Syarat-syarat kapal layak
berlayar !
Sebuah kapal harus memenuhi standar keamanan dan
keselamatan sebelum dinyatakan layak berlayar. Dirjen Perhubungan Laut
Kementerian Perhubungan Tonny Budiono mengatakan terdapat beberapa hal yang
membuat sebuah kapal dinyatakan layak berlayar.
Pertama, mengecek semua dokumen termasuk manifest
penumpang.
Kedua kapal dinyatakan layak berlajar jika lolos dalam pengecekan fisik,
termasuk memastikan adanya alat-alat keselamatan dan memastikan jumlah
penumpang tidak melebihi kapasitas.
Ketiga semua kapal perlu melalui uji kelayakan sebelum diizinkan untuk berlayar.
Keempat tercantum dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
maupun peraturan direktorat jenderal terkait.
Kalau di kapal itu ada docking (pengedokan kapal). Nah,
semua kapal harus mematuhi periode waktu docking yang sudah
ditentukan.
Aturan pengedokan kapal sendiri tertuang dalam bentuk Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Laut Nomor HK.103/I/4/DJPL-14 tentang Pengedokan
(Pelimbungan) Kapal Berbendera Indonesia.
Aturan tersebut mewajibkan pemimpin kapal diwajibkan untuk memelihara dan
merawat kapalnya sesuai dengan persyaratan keselamatan kapal. Peraturan itu
juga mengharuskan setiap jenis kapal melakukan pengedokan (pelimbungan) sesuai
dengan jadwal yang ditentukan untuk pelaksanaan pemeliharaan dan pemeriksaan
kapal.
Pemeriksaan pembaruan (renewal survey) meliputi pemeriksaan kondisi
struktur bangunan kapal, termasuk di dalamnya pemeriksaan kondisi kulit luar
bagian bawah kapal dan pemeriksaan permesinan dan perlengkapannya untuk
memastikan kapal tetap memenuhi persyaratan.
Sedangkan pemeriksaan antara (intermediate survey) meliputi
pemeriksaan kondisi struktur kapal, termasuk di dalamnya pemeriksaan kondisi
kulit luar bagian bawah kapal, pemeriksaan boiler dan
peralatan bertekanan lainnya, pemeriksaan permesinan dan perlengkapannya.
Selain itu, pemeriksaan perlengkapan kemudi, dan semua yang terkait dengan
pengendalian dan instalasi listrik guna memastikan bahwa hal-hal tersebut akan
selalu memenuhi persyaratan untuk jangka waktu pemakaian sesuai yang
direncanakan.
Dokumen-dokumen kapal
1.
Certificate of
Register ( Surat Tanda Kebaangsaan Kapal )
Dokumen pertama yang wajib untuk dimiliki
adalah sertifikat kebangsaan. Dokumen ini merupakan sertifikat kapal yang
menerangkan identitas alat transportasi tersebut. Dengan dokumen ini, kapal
mendapatkan izin untuk mengibarkan bendera negara asalnya.
Dokumen ini
tidak hanya sekedar izin mengibarkan bendera asal negara, namun juga merupakan
naungan berbadan hukum bagi kapal tersebut. Dengan sertifikat kebangsaan ini,
kapal yang bersangkutan berhak atas perlindungan hukum.
Perlindungan
hukum tersebut tidak hanya didapatkan dari negara asal, namun juga dari negara
yang bersangkutan dengan kapal tersebut. Pendaftaran dokumen ini sering disebut
dengan Flag of Convenience, yaitu registrasi kapal ke negara lain.
Pendaftaran ini
bertujuan untuk menekan biaya. Pasalnya, persyaratan dan pendaftaran kebangsaan
kapal bisa berbeda satu negara dengan negara lainnya.
Ketika
persyaratan pendaftaran di suatu negara sangat rumit dan biaya pendaftarannya
besar, kapal dapat didaftarkan di negara lain dengan persyaratan dan biaya yang
lebih ringan.
Namun tidak
semua negara memperbolehkan penerapan aturan ini. Negara yang membuka Flag of
Convenience ini diantaranya adalah Liberia, Panama, Costa Rica dan Honduras.
Namun Indonesia
sendiri tidak membuka praktek Flag of Convenience. Bahkan kapal yang berasal
dari Indonesia harus didaftarkan di dalam negeri dan wajib mengibarkan bendera
Indonesia.
Adapun beberapa
persyaratan yang harus ada untuk membuat dokumen ini yaitu surat laut, pas
tahunan, pas kecil dan surat laut sementara bagi kapal yang sedang melakukan
penyebrangan atau perjalanan.
2.
Seaworthy Certificate
( Sertifikat Kelayakan)
Dokumen kapal
selanjutnya yang wajib dimiliki adalah sertifikat layak berlayar laut atau
disebut dengan seaworthy certificate. Dokumen ini merupakan bukti bahwa kapal
memiliki kelayakan untuk berlayar.
Kelayakan kapal
ini dilihat dari berbagai hal seperti kelengkapan alat, fungsi setiap komponen
kapal, dan lain sebagainya. Sertifikat kapal yang satu ini sangatlah penting.
Pasalnya jika ada perlengkapan kapal yang tidak lulus uji kelayakan, maka hal
tersebut akan menimbulkan bahaya.
Apalagi jika
kapal yang bersangkutan adalah kapal penumpang, maka kelayakan kapal wajib
diperhatikan karena menyangkut keselamatan banyak orang.
3.
Safety Certificate (
Sertifikat Keamanan)
Dokumen kapal
selanjutnya yang harus dilengkapi untuk menghindari tilang pada kapal adalah
sertifikat keamanan. Dokumen ini diperuntukkan khusus bagi kapal penumpang.
Sertifikat
keamanan merupakan jaminan bagi penumpang selama berada di kapal. Keamanan yang
dijamin dalam sertifikat ini diantaranya adalah keamanan tubuh, aman dari
tindakan-tindakan kurang pantas yang dilakukan ABK, dan keamanan sosial.
4.
Derrating Certificate
( Sertifikat Bebas Tikus)
Sertifikat bebas
tikus atau deratting certificate merupakan dokumen penting bagi kapal yang akan
berangkat. Seperti yang diketahui bahwa tikus merupakan hewan pengerat yang
tidak boleh berada di atas kapal. Maka dari itu, awak kapal harus memastikan
agar tidak ada tikus berada di atas kapal.
Sertifikat bebas
tikus merupakan surat pernyataan bahwa kapal bebas dari hama tikus dan ini
dikeluarkan setelah pengecekan kapal. Selain itu dilakukan juga penyemprotan
kapal menggunakan fumigation atau pembasmi tikus.
Penyemprotan ini
dilakukan untuk memastikan tidak ada sama sekali hama tikus di kapal yang
mungkin terlewat saat pemeriksaan. Maka dari itu, harus dipastikan untuk
dilakukan pengecekannya secara rutin.
5.
Surat Daftar Awak Kapal
Sesuai dengan
namanya, dokumen ini adalah dokumen yang memuat daftar anak buah kapal. Dokumen
ini dikenal juga dengan istilah Monsterol, Surat Sijil Crew List.
Semua nama awak
kapal tercantum dalam surat ini lengkap dengan jabatannya. Akan tetapi nama nahkoda
tidak tercantum karena tidak termasuk dalam anak buah kapal. Nakhoda bertugas
sebagai pemimpin kapal dan bertanggung jawab selama kapal berlayar.
6.
Bill of Health ( Surat
Kesehatan )
Masih berkaitan dengan dokumen kapal
sebelumnya, Bill of Health atau surat kesehatan adalah surat keterangan
kesehatan awak kapal.
Seperti yang diketahui bahwa pelayaran
biasanya dilakukan dalam waktu tertentu. Jika ada awak kapal yang menderita
penyakit menular atau wabah, maka ini dapat menimbulkan hal yang tidak diinginkan.
Surat kesehatan ini menyatakan bahwa anak
buah kapal dan nahkoda bebas dari penyakit menular dan orang-orang yang berada
di atas kapal berada dalam kondisi baik.
Untuk mendapatkan surat ini, awak kapal
diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Biasanya surat ini
dikeluarkan ketika kapal akan bertolak dari pelabuhan.
Sertifikat kesehatan tidak hanya sebagai
pelengkap birokrasi, namun juga merupakan tanggung jawab untuk memastikan
kesehatan orang-orang di atas kapal.
7.
Load Line Certificate (Sertifikat Lambung
Timbul)
Lambung menjadi
bagian kapal yang sangat penting. Bagian ini berpengaruh pada kemampuan kapal
untuk mengapung di atas air. Maka dari itu ada sertifikat khusus untuk bagian
kapal yang satu ini.
Sertifikat
Lambung Timbul atau disebut juga dengan Load Line Certificate adalah sertifikat
yang menyatakan bahwa lambung kapal dapat timbul sesuai dengan aturan minimum
dan maksimum.
Lambung kapal
akan timbul sedikit dan timbul lebih banyak di atas permukaan air saat berlayar
dengan muatan kosong atau in ballast. Namun jika kapal berlayar dalam muatan
penuh, maka lambung yang timbul di permukaan air menjadi lebih sedikit.
Untuk itu
diperlukan batasan minimum dan maksimum untuk lambung timbul. Hal ini dilakukan
untuk keselamatan pelayaran agar kapal dapat mempertahankan kestabilannya.
8.
Mee Tebrief atau Surat
Ukur
Surat atau
dokumen kapal yang satu ini merupakan surat yang menyatakan ukuran kapal. Kapal
sendiri memiliki ukuran-ukuran penting seperti ukuran lebar dalam, LOA atau
ukuran panjang kapal, dan LBP atau Length Between Perpendicular.
Selain itu,
ukuran tiap palka juga tercantum dalam surat ini. Meski hanya sebagai surat
keterangan ukuran kapal, namun surat ini tidak boleh disepelekan. Pasalnya,
ukuran kapal dapat mempengaruhi muatan, banyaknya penumpang, lambung timbul dan
lain sebagainya.
9.
Dokumen-dokumen yang
harus dilengkapi
Selain
dokumen-dokumen yang telah disebutkan di atas, masih banyak dokumen penting
lain yang harus dilengkapi. Namun, perlu digaris bawahi bahwa dokumen-dokumen
lainnya mungkin berbeda, tergantung dari setiap jenis kapalnya.
Misalnya,
dokumen pada kapal cargo pasti berbeda dengan kapal penumpang. Dokumen kapal
cargo yang perlu dilengkapi adalah a cargo ship safety equipment safety, a
cargo ship safety radio certificate dan exemption certificate.
Selain itu, juga
perlu melengkapi nya dengan dangerous goods manifest or stowage plan dan cargo
ship construction certificate.
Di samping itu,
dokumen muatan kapal lainnya yang bisa menghindarkan Anda dari tilang kapal
adalah resi gudang, cargo tracer, damaged cargo list, out turn report, dan
survey report.
4. Mencari peta batimetri !
Peta
batimetri adalah peta yang menggambarkan kedalaman laut dan
disajikan dengan menggunakan garis kontur kedalaman. Garis kontur adalah garis
abstrak yang menghubungkan beberapa lokasi atau daerah yang memiliki ketinggian
atau kedalaman yang sama.
Pembuatan peta batimetri merupakan salah
satu bidang kajian hidrografi. Perubahan kondisi hidrografi di wiiayah perairan
laut dan pantai, disamping disebabkan oleh faktor alam, juga disebabkan oleh
fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut dan proses-proses yang
terjadi di wilayah hulu sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan
kandungan padatan tersuspensi oleh aliran sungai semakin mempercepat proses
pendangkalan di perairan pantai. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan
suatu upaya pengkajian yang berkaitan dengan faktor-faktor keselamatan
pelayaran, salah satunya adalah pengukuran kedalaman perairan. Pemanfaatan
teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kondisi
hidro oseanografi secara cepat dengan cakupan wilayah yang luas.
Komentar
Posting Komentar